Kamis, 19 September 2013

Dewan Pers menilai surat izin terbit

                                                   Ketua Dewan Pers, Prof. Bagir Manan
 

TEMPO.CO, Jakarta -  Dewan Pers menilai surat izin terbit Majalah Pelita Papua yang diperoleh dari pemerintah Merauke adalah sesuatu hal yang tidak diperlukan. "Itu adanya di rezim yang lalu, di rezim orde baru memang iya (dibutuhkan). Sekarang enggak ada," kata Imam Wahyudi, anggota Dewan Pers saat dihubungi Tempo, Ahad 7 Juli 2013.

Pada zaman orde baru, kata Imam, setiap media pers harus mengantongi surat ijin terbit yang berbentuk SIUP (Surat Izin Usaha Penerbitan). "Itu peraturan Kementrian Penerangan, harus SIUP. Sekarang tidak ada."

Untuk penggandaan, dilakukan di Jayapura, Majalah Pelita Papua yang berkantor di Kabupaten Merauke memiliki izin terbit yang diperoleh dari pemerintah Merauke. Hal ini dikatakan Fidelis Jeminta, Pimpinan Redaksi Majalah Pelita Papua saat majalahnya dipermasalahkan penerbitannnya oleh polisi.

Pada Rabu 3 Juli 2013, majalah Pelita Papua yang baru akan memasuki terbitan perdana di Jayapura, diperiksa kepolisian karena memuat simbol Papua Merdeka. Polisi mendatangi kantor percetakan di Jayapura dan kemudian meminta Majalah tersebut jangan diedarkan. Petugas juga mengambil majalah dan membawanya ke Kantor Polisi untuk dipelajari. "Katanya dipelajari, saya bilang sama mereka, jangan asal melarang, ada hukum yang harus dipatuhi, pers dilindungi oleh Undang-Undang, bukan caranya polisi menyerbu begitu saja," kata Fidelis Jeminta, Pimpinan Redaksi Majalah Pelita Papua di Jayapura, Rabu 3 Juli 2013.

Majalah dengan sampul bergambar Bintang Kejora itu terbit 64 halaman sebanyak 2000 eksemplar. Isi majalah lebih mengulas masalah pendirian Kantor OPM di Inggris beberapa waktu lalu. Ada pula materi pendapat para tokoh soal gerakan Papua Merdeka. Menurut Fidelis, pemberitaan ini adalah hal biasa, tidak ada yang besar. Dia menyesalkan tindakan polisi yang asal melarang.

Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua, Komisaris Besar Polisi I Gede Sumerta Jaya mengatakan pemuatan materi tentang kemerdekaan Papua, atau yang bersifat menghasut, tentu akan dilarang edar. "Pasti dilarang kalau isinya tentang Kemerdekaan Papua," kata I Gede.

Menurut dia, tak ada usaha untuk membredel Majalah Pelita Papua. Itu hanya pemeriksaan. "Dilihat isinya, apakah penghasutan atau bukan, saya kira pers tidak ditekan," katanya.
Dewan Pers Ingatkan Media tentang Pemberitaan Kejahatan Susila

Selasa, 20 Agustus 2013 - 10:38:19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar